Muhammad Al-Fatih
Biodata :Nama Lengkap : Sultan Muhammad Al-Fatih / Fatih Sultan Mehmet II
Memerintah : 1451 – 3 Mei 1481
Bahasa yang dikuasai : Turkish, French, Latin, Greek, Serbian, Persian, Arabic dan Hebrew.
Lahir : 30 Maret 1432 di Edirne Ibu kota Ottoman
Meninggal : 3 Mei 1481
Pendahulu : Sultan Murad II
Pengganti : Bayezid II
Dinasti : Dinasti Ottoman/Utsmani
Ayah : Sultan Murad II
Ibu : Sultan Hüma Hatun
Ringkasan :
Sultan Mehmed II atau juga dikenal sebagai Muhammad Al-Fatih (bahasa Turki Ottoman: محمد ثانى Meḥmed-i sānī, bahasa Turki: II. Mehmet, juga dikenal sebagai el-Fatih (الفاتح), “sang Penakluk”, dalam bahasa Turki Usmani, atau, Fatih Sultan Mehmet dalam bahasa Turki; 30 Maret 1432 – 3 Mei 1481) merupakan seorang sultan Turki Utsmani yang menaklukkan Kekaisaran Romawi Timur. Mempunyai kepakaran dalam bidang ketentaraan, sains, matematika & menguasai 6 bahasa saat berumur 21 tahun. Dari sudut pandang Islam, ia dikenal sebagai seorang pemimpin yang hebat, pilih tanding, dan tawadhu’ setelah Sultan Salahuddin Al-Ayyubi (pahlawan Islam dalam perang Salib) dan Sultan Saifuddin Mahmud Al-Qutuz (pahlawan Islam dalam peperangan di ‘Ain Al-Jalut melawan tentara Mongol).
Kejayaannya dalam menaklukkan Konstantinopel menyebabkan banyak kawan dan lawan kagum dengan kepimpinannya serta taktik & strategi peperangannya yang dikatakan mendahului pada zamannya dan juga kaedah pemilihan tenteranya. Ia merupakan anak didik Syekh Syamsuddin yang masih merupakan keturunan Abu Bakar As-Siddiq.
Ia jugalah yang mengganti nama Konstantinopel menjadi Islambol (Islam keseluruhannya). Kini nama tersebut telah diganti oleh Mustafa Kemal Ataturk menjadi Istanbul. Untuk memperingati jasanya, Masjid Al Fatih telah dibangun di sebelah makamnya.
Diceritakan bahwa tentara Sultan Muhammad Al Fatih tidak pernah meninggalkan salat wajib sejak baligh & separuh dari mereka tidak pernah meninggalkan salat tahajjud sejak baligh. Hanya Sulthan Muhammad Al Fatih saja yang tidak pernah meninggalkan salat wajib, tahajud & rawatib sejak baligh hingga saat kematiannya.
Sultan Mehmed II atau juga dikenal sebagai Muhammad Al-Fatih (bahasa Turki Ottoman: محمد ثانى Meḥmed-i sānī, bahasa Turki: II. Mehmet, juga dikenal sebagai el-Fatih (الفاتح), “sang Penakluk”, dalam bahasa Turki Usmani, atau, Fatih Sultan Mehmet dalam bahasa Turki; 30 Maret 1432 – 3 Mei 1481) merupakan seorang sultan Turki Utsmani yang menaklukkan Kekaisaran Romawi Timur. Mempunyai kepakaran dalam bidang ketentaraan, sains, matematika & menguasai 6 bahasa saat berumur 21 tahun. Dari sudut pandang Islam, ia dikenal sebagai seorang pemimpin yang hebat, pilih tanding, dan tawadhu’ setelah Sultan Salahuddin Al-Ayyubi (pahlawan Islam dalam perang Salib) dan Sultan Saifuddin Mahmud Al-Qutuz (pahlawan Islam dalam peperangan di ‘Ain Al-Jalut melawan tentara Mongol).
Kejayaannya dalam menaklukkan Konstantinopel menyebabkan banyak kawan dan lawan kagum dengan kepimpinannya serta taktik & strategi peperangannya yang dikatakan mendahului pada zamannya dan juga kaedah pemilihan tenteranya. Ia merupakan anak didik Syekh Syamsuddin yang masih merupakan keturunan Abu Bakar As-Siddiq.
Ia jugalah yang mengganti nama Konstantinopel menjadi Islambol (Islam keseluruhannya). Kini nama tersebut telah diganti oleh Mustafa Kemal Ataturk menjadi Istanbul. Untuk memperingati jasanya, Masjid Al Fatih telah dibangun di sebelah makamnya.
Diceritakan bahwa tentara Sultan Muhammad Al Fatih tidak pernah meninggalkan salat wajib sejak baligh & separuh dari mereka tidak pernah meninggalkan salat tahajjud sejak baligh. Hanya Sulthan Muhammad Al Fatih saja yang tidak pernah meninggalkan salat wajib, tahajud & rawatib sejak baligh hingga saat kematiannya.
Awal Pemerintahan :
Muhammad Al-Fatih lahir di Edirne, Ibu Kota Pemerintahan Utsmani, pada tanggal 30 Maret 1432. Ayahnya adalah Sultan Murad II (1404-1451) dan ibunya Valide Sultan Huma Hatun, lahir di wilayah Provinsi Kastamonu Devrekani, adalah anak dari Abd’Allah Hum. Meskipun dari daerah asal ibunya diketahui, namun etnisnya dalam perdebat. Huma artinya seorang gadis/wanita dari Hum, ayah namanya Abd’Allah yang berarti Hamba Allah (adalah nama yg tdk dikenal yang digunakan pada periode Utsmani untuk menggambarkan laki-laki Kristen yang masuk Islam namun yang paling memungkinkan adalah menunjukkan keturunan Yunani beragama kristen pada saat itu).
Ketika Muhammad Al-Fatih berumur 11 tahun, ia dikirim ke Amasya untuk mengatur dan memperoleh pengalaman sesuai kebiasaan penguasa Utsmani sebelum waktunya. Setelah Sultan Murad II berdamai dengan Emirat Karaman di Anatolia pada Agustus 1444, ia menyerahkan takhta kepada Muhammad Al-Fatih yang berusia 12 tahun.
Dalam pemerintahannya yang pertama, selama memimpin perang salib oleh János Hunyadi, Muhammad Al-Fatih meminta ayahnya Murad II untuk merebut kembali takhta, tetapi Murad II menolak. Marah pada ayahnya, yang sudah lama pensiun untuk hidup kontemplatif di Anatolia barat daya, Muhammad Al-Fatih menulis: “Jika Anda Sultan, datanglah dan pimpin pasukan Anda. Jika saya Sultan, maka dengan ini saya minta anda datang dan memimpin pasukan saya” surat ini menunjukkan bahwa Muhammad Al-Fatih memimpin pasukan Ottoman dan memenangkan Pertempuran Varna pada 1444.
Dikisahkan juga bahwa Muhammad Al-Fatih naik tahta dipaksa oleh Chandarli Khalil Pasha, wazir agung pada saat itu, yang tidak menyukai pemerintahan Muhammad Al-Fatih, karena guru Muhammad Al-Fatih berpengaruh pada dirinya dan tidak menyukai Chandarli. Chandarli kemudian dieksekusi oleh Muhammad Al-Fatih selama pengepungan Konstantinopel dengan alasan bahwa dia telah disuap oleh atau entah bagaimana membantu Konstantinopel.
Di bawah pemerintahan awal, ia menikah dengan seorang Kristen Albania Valide Sultan Amina Gul-Bahar yang merupakan ibu dari penggantinya (Bayazid II). Menurut cerita rakyat Turki dia adalah seorang putri Perancis yang diculik oleh Muhammad Al-Fatih.
Penaklukan Konstantinopel :
Istanbul atau yang dulu dikenal sebagai Konstantinopel, adalah salah satu bandar termasyhur dunia. Bandar ini tercatat dalam tinta emas sejarah Islam khususnya pada masa Kesultanan Utsmaniyah, ketika meluaskan wilayah sekaligus melebarkan pengaruh Islam di banyak negara. Bandar ini didirikan tahun 330 M oleh Maharaja Bizantium yakni Constantine I. Kedudukannya yang strategis, membuatnya punya tempat istimewa ketika umat Islam memulai pertumbuhan di masa Kekaisaran Bizantium. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam juga telah beberapa kali memberikan kabar gembira tentang penguasaan kota ini ke tangan umat Islam seperti dinyatakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pada perang Khandaq.
Istanbul atau yang dulu dikenal sebagai Konstantinopel, adalah salah satu bandar termasyhur dunia. Bandar ini tercatat dalam tinta emas sejarah Islam khususnya pada masa Kesultanan Utsmaniyah, ketika meluaskan wilayah sekaligus melebarkan pengaruh Islam di banyak negara. Bandar ini didirikan tahun 330 M oleh Maharaja Bizantium yakni Constantine I. Kedudukannya yang strategis, membuatnya punya tempat istimewa ketika umat Islam memulai pertumbuhan di masa Kekaisaran Bizantium. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam juga telah beberapa kali memberikan kabar gembira tentang penguasaan kota ini ke tangan umat Islam seperti dinyatakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pada perang Khandaq.
Para khalifah dan pemimpin Islam pun selalu berusaha menaklukkan Konstantinopel. Usaha pertama dilancarkan tahun 44 H di zaman Mu’awiyah bin Abi Sufyan Radhiallahu ‘Anhu. Akan tetapi, usaha itu gagal. Upaya yang sama juga dilakukan pada zaman Khilafah Umayyah. Di zaman pemerintahan Abbasiyyah, beberapa usaha diteruskan tetapi masih menemui kegagalan termasuk di zaman Khalifah Harun al-Rasyid tahun 190 H. Setelah kejatuhan Baghdad tahun 656 H, usaha menaklukkan Kostantinopel diteruskan oleh kerajaan-kerajaan kecil di Asia Timur (Anatolia) terutama Kerajaan Seljuk. Pemimpinnya, Alp Arselan (455-465 H/1063-1072 M) berhasil mengalahkan Kaisar Roma, Dimonos (Romanus IV/Armanus), tahun 463 H/1070 M. Akibatnya sebagian besar wilayah Kekaisaran Roma takluk di bawah pengaruh Islam Seljuk.
Awal kurun ke-8 hijriyah, Daulah Utsmaniyah mengadakan kesepakatan bersama Seljuk. Kerjasama ini memberi nafas baru kepada usaha umat Islam untuk menguasai Konstantinopel. Usaha pertama dibuat di zaman Sulthan Yildirim Bayazid saat dia mengepung bandar itu tahun 796 H/1393 M. Peluang yang ada telah digunakan oleh Sultan Bayazid untuk memaksa Kaisar Bizantium menyerahkan Konstantinople secara aman kepada umat Islam. Akan tetapi, usahanya menemui kegagalan karena datangnya bantuan dari Eropa dan serbuan bangsa Mongol di bawah pimpinan Timur Lenk.
Selepas Daulah Utsmaniyyah mencapai perkembangan yang lebih maju dan terarah, semangat jihad hidup kembali dengan nafas baru. Hasrat dan kesungguhan itu telah mendorong Sultan Murad II (824-863 H/1421-1451 M) untuk meneruskan usaha menaklukkan Kostantinopel. Beberapa usaha berhasil dibuat untuk mengepung kota itu tetapi dalam masa yang sama terjadi pengkhianatan di pihak umat Islam. Kaisar Bizantium menabur benih fitnah dan mengucar-kacirkan barisan tentara Islam. Usaha Sultan Murad II tidak berhasil sampai pada zaman anak beliau, Sultan Muhammad Al-Fatih (Mehmed II), sultan ke-7 Daulah Utsmaniyyah.
Semenjak kecil, Muhammad Al-Fatih telah mencermati usaha ayahnya menaklukkan Konstantinopel. Bahkan beliau mengkaji usaha-usaha yang pernah dibuat sepanjang sejarah Islam ke arah itu, sehingga menimbulkan keinginan yang kuat baginya meneruskan cita-cita umat Islam. Ketika beliau naik tahta pada tahun 855 H/1451 M, dia telah mulai berpikir dan menyusun strategi untuk menawan kota bandar tadi. Kekuatan Sultan Muhammad Al-Fatih terletak pada ketinggian pribadinya. Sejak kecil, dia dididik secara intensif oleh para ‘ulama terulung di zamannya. Di zaman ayahnya, yaitu Sultan Murad II, Asy-Syeikh Muhammad bin Isma’il Al-Kurani telah menjadi murabbi Amir Muhammad (Al-Fatih). Sultan Murad II telah menghantar beberapa orang ‘ulama untuk mengajar anaknya sebelum itu, tetapi tidak diterima oleh Amir Muhammad. Lalu, dia menghantar Asy-Syeikh Al-Kurani dan memberikan kuasa kepadanya untuk memukul Amir Muhammad jika membantah perintah gurunya.
Waktu bertemu Amir Muhammad dan menjelaskan tentang hak yang diberikan oleh Sulthan, Amir Muhammad tertawa. Dia lalu dipukul oleh Asy-Syeikh Al-Kurani. Peristiwa ini amat berkesan pada diri Amir Muhammad lantas setelah itu dia terus menghafal Al-Qur’an dalam waktu yang singkat. Di samping itu, Asy-Syeikh Ak Samsettin (Syamsuddin) merupakan murabbi Sultan Muhammad Al-Fatih yang hakiki. Dia mengajar Amir Muhammad ilmu-ilmu agama seperti Al-Qur’an, hadits, fiqih, bahasa (Arab, Parsi dan Turki), matematika, falak, sejarah, ilmu peperangan dan sebagainya.
Syeikh Ak Samsettin lantas meyakinkan Amir Muhammad bahwa dia adalah orang yang dimaksudkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam di dalam hadits pembukaan Kostantinopel. Ketika naik takhta, Sultan Muhammad segera menemui Syeikh Semsettin untuk menyiapkan bala tentara untuk penaklukan Konstantinopel. Di hadapan tentaranya, Muhammad Al-Fatih lebih dahulu berkhutbah mengingatkan tentang kelebihan jihad, kepentingan memuliakan niat dan harapan kemenangan di hadapan Allah Subhana Wa Ta’ala. Dia juga membacakan ayat-ayat Al-Qur’an mengenainya serta hadis Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tentang pembukaan kota Konstantinopel. Ini semua memberikan semangat yang tinggi pada bala tentera dan lantas mereka menyambutnya dengan zikir, pujian dan doa kepada Allah Subhana Wa Ta’ala.
Pada 1453 Muhammad Al-Fatih memulai pengepungan Konstantinopel dengan pasukan antara 80.000 sampai 200.000 pasukan dan dari 320 kapal angkatan laut. Kota ini sekarang dikelilingi oleh laut dan tanah; armada di pintu masuk Bosphorus yang membentang dari pantai ke pantai dalam bentuk sabit, untuk menangkal atau menolak bantuan apapun dari laut untuk dikepung.
Pada awal April, Pengepungan Konstantinopel dimulai. Beberapa serangan menemui kesulitan, tembok kota Konstantinopel berhasil dipertahankan walaupun telah di bombardir dengan menggunakan Meriam Orbán baru, sebuah meriam mirip dengan meriam Dardanella. Pertahanan Konstantinopel begitu kuat bahkan Pelabuhan Golden Horn diblokir oleh rantai booming dan dipertahankan oleh 28 kapal perang. Pada tanggal 22 April Muhammad Al-Fatih mengangkut kapal perang ringannya melewati daratan memutari koloni Genoa Galata menuju Golden Horn pantai utara; delapan puluh kapal diangkut dari Bosphorus setelah membuat paving dari kayu sepanjang kurang lebih satu mil. Setelahnya pasukan Bizantium membentang lebih panjang lagi lagi dari panjang dinding. Konstantinopel berhasil ditaklukkan pada tanggal 29 Mei setelah pengepungan lima puluh tujuh hari, kemudian Muhammad Al-Fatih memindahkan ibukota Utsmani dari Adrianopel ke Konstantinopel.
Setelah Jatuhnya Konstantinopel, Muhammad Al-Fatih mengklaim gelar “Kaisar” Roma (-Kayser i Rûm)”, meskipun klaim ini tidak diakui oleh Patriark Konstantinopel, atau Kristen Eropa. Klaim Muhammad Al-Fatih mengacu pada konsep bahwa Konstantinopel adalah pusat Kekaisaran Romawi, setelah transfer modal ke Konstantinopel pada tahun 330 sebelum masehi dan jatuhnya Kekaisaran Romawi Barat. Muhammad Al-Fatih juga memiliki garis keturunan darah keluarga Kekaisaran Bizantium, sebagai pendahulunya seperti Sultan Orhan ia telah menikah dengan seorang putri Bizantium. Dia tidak hanya berhak untuk mengklaim sebagai gelar, karena ada Kekaisaran Suci Romawi di Eropa Barat, yaitu Kaisar Frederick III, yang setelah dilacak garis keturunannya merupakan keturnan dari Charlemagne yang memperoleh gelar Kaisar Romawi ketika ia dimahkotai oleh Paus Leo III di tahun 800 – walaupun tidak pernah diakui oleh Kekaisaran Bizantium.
Penaklukan Asia :
Penaklukan Konstantinopel mengijinkan Muhammad Al-Fatih untuk mengalihkan perhatiannya ke Anatolia. Muhammad Al-Fatih mencoba untuk menciptakan sebuah entitas politik yang tunggal di Anatolia dengan menaklukkan negara Turki yang disebut Beyliks dan Kekaisaran Yunani Trebizond di Anatolia timur laut dan bersekutu dengan Golden Horde di Crimea. Menyatukan Beyliks Anatolia pertama kali dilakukan oleh Sultan Bayazid I, lebih dari lima puluh tahun lebih awal dari Muhammad Al-Fatih tetapi dirusak kembali oleh Pertempuran Ankara 1402. Muhammad Al-Fatih memulihkan kekuatan Turki Utsmani pada negara-negara lain dan penaklukan ini memungkinkan dia untuk mendorong lebih lanjut ke Eropa.
Penaklukan Konstantinopel mengijinkan Muhammad Al-Fatih untuk mengalihkan perhatiannya ke Anatolia. Muhammad Al-Fatih mencoba untuk menciptakan sebuah entitas politik yang tunggal di Anatolia dengan menaklukkan negara Turki yang disebut Beyliks dan Kekaisaran Yunani Trebizond di Anatolia timur laut dan bersekutu dengan Golden Horde di Crimea. Menyatukan Beyliks Anatolia pertama kali dilakukan oleh Sultan Bayazid I, lebih dari lima puluh tahun lebih awal dari Muhammad Al-Fatih tetapi dirusak kembali oleh Pertempuran Ankara 1402. Muhammad Al-Fatih memulihkan kekuatan Turki Utsmani pada negara-negara lain dan penaklukan ini memungkinkan dia untuk mendorong lebih lanjut ke Eropa.
Entitas politik lain yang membentuk kebijakan Timur Muhammad Al-Fatih adalah Domba Putih Turcomans. Dengan pimpinan Uzun Hasan, kerajaan Turcoman ini mendapatkan kekuasaan di Timur, tetapi karena hubungannya terlalu kuat dengan kekuasaan Kristen seperti Kekaisaran Trebizond dan Republik Venesia serta aliansi antara Turcomans dan Karamanoğlu Tribe, maka Muhammad Al-Fatih melihat mereka sebagai ancaman terhadap kekuatan sendiri. Ia memimpin kampanye yang sukses melawan Uzun Hasan pada 1473 dan meraih kemenangan mutlak dari Kekaisaran Ottoman dalam Pertempuran Otlukbeli.
Penaklukan Eropa :
Setelah menaklukan Konstantinopel, Muhammad Al-Fatih juga pergi untuk menaklukkan Despotate dari Morea di Peloponnese di tahun 1460, dan Kekaisaran Trebizond di Anatolia timur laut pada 1461. Dua terakhir sisa-sisa kekuasaan Bizantium yang disatukan oleh Kekaisaran Ottoman. Muhammad Al-Fatih maju ke Eropa Timur hingga Belgrade, dan berusaha menaklukkan kota dari John Hunyadi pada Pengepungan Belgrade di 1456. Komandan Hungaria berhasil mempertahankan kota dan Ottoman mundur dengan kerugian besar tetapi pada akhirnya, Ottoman menduduki hampir semua Serbia. Pada 1463, setelah sengketa upeti tahunan oleh kerajaan Bosnia, Muhammad Al-Fatih menyerang dan menaklukkan Bosnia dengan sangat cepat, dan mengeksekusi raja Bosnia terakhir Stjepan Tomašević.
Setelah menaklukan Konstantinopel, Muhammad Al-Fatih juga pergi untuk menaklukkan Despotate dari Morea di Peloponnese di tahun 1460, dan Kekaisaran Trebizond di Anatolia timur laut pada 1461. Dua terakhir sisa-sisa kekuasaan Bizantium yang disatukan oleh Kekaisaran Ottoman. Muhammad Al-Fatih maju ke Eropa Timur hingga Belgrade, dan berusaha menaklukkan kota dari John Hunyadi pada Pengepungan Belgrade di 1456. Komandan Hungaria berhasil mempertahankan kota dan Ottoman mundur dengan kerugian besar tetapi pada akhirnya, Ottoman menduduki hampir semua Serbia. Pada 1463, setelah sengketa upeti tahunan oleh kerajaan Bosnia, Muhammad Al-Fatih menyerang dan menaklukkan Bosnia dengan sangat cepat, dan mengeksekusi raja Bosnia terakhir Stjepan Tomašević.
Dia juga ikut campur ke dalam sebuah konflik dan dikalahkan oleh Pangeran Vlad III Dracula dari Wallachia pada 1462 pada Serangan Malam. Kemudian, Muhammad Al-Fatih membantu Radu Ţepeş, saudara Vlad, untuk mengambil pembalasan dari kerugian militer Ottoman. Dengan segera Radu dan batalion Rumania janisari sebagai kekuatan tunggal berhasil mengalahkan Dracula Vlad III utara dari Danube setelah beberapa bulan pertempuran, Radu juga berhasil mengambil kendali Wallachia dan dianugerahi gelar “Bey” pada tahun yang sama. Saudaranya Vlad (Sang Dracula) kehilangan semua kekuasaannya dan melarikan diri dari negaranya.
Tahun 1475, Ottoman menderita kekalahan besar di tangan Stephen yang Agung dari Moldavia pada Pertempuran Vaslui. Pada 1476, Muhammad Al-Fatih meraih kemenangan terhadap Stephen di Pertempuran Valea Alba dan hampir menghancurkan semua tentara Moldovian yang relatif kecil. Lalu, ia menyerang ibukota Suceava, tapi tidak bisa mengambil kastil Târgu Neamţ, maupun benteng Suceava. Dikarenakan wabah penyakit menyerang di kamp serta suplai makanan dan air yang sangat langka, Muhammad Al-Fatih terpaksa mundur sehingga Stephen dapat memperkuat pasukannya dan Dracula berbalik dari pengasingan berbaris dengan 30.000 tentara yang kuat untuk membantu Moldavia.
Muhammad Al-Fatih menginvasi Italia pada 1480. Tujuan dari invasi adalah untuk menangkap Roma dan “menyatukan kembali Kekaisaran Romawi”. Sepertinya dia mungkin dapat melakukannya dengan mudah setelah menguasai Otranto di 1480 tapi Otranto direbut kembali oleh pasukan Kepausan pada tahun 1481 setelah kematian Muhammad Al-Fatih.
Perlawanan orang-orang Albania di Albania antara 1443 dan 1468 yang dipimpin oleh George Kastrioti Skanderbeg (İskender Bey), seorang Albania yang dihormati dan mantan anggota elite penguasa Ottoman, mencegah perluasan Ottoman ke semenanjung Italia. Skanderbeg telah menyatukan kerajaan-kerajaan Albania dalam melawan Kekaisaran di Liga Lezhë di 1444. Muhammad Al-Fatih akhirnya membalikkan momentum Skanderbeg, dengan menciptakan suatu kekuatan otonom Albania Muslim di bawah kepemimpinan Iljaz Hoxha, Hamza Kastrioti dan batalion Janissary Albania yang akhirnya menangkap Krujë dan sangat setia kepada Sultan dan seluruh Kekaisaran Ottoman.
Konflik-konflik militer antara Utsmani dan kekuatan Eropa menunjukkan bahwa kehadiran Ottoman di Eropa bukan situasi temporer. Selama masa pemerintahan Muhammad Al-Fatih, pasukan Balkan itu tidak sepenuhnya dikalahkan oleh mesin perang Ottoman, namun tidak bisa menghentikannya juga.
Legacy :
Berikut ini adalah Pidato Muhammad Al-Fatih yang kemudian dicatat sejarah setelah ia membebaskan Bosnia.
“Aku, Sultan Khan Penakluk itu,
dengan ini menyatakan kepada seluruh dunia,
Para Fransiskan Bosnia dengan titah kesultanan berada di bawah perlindungan saya. Dan Aku perintah bahwa:
Tidak seorang pun boleh mengganggu atau memberikan bahaya pada orang-orang dan gereja-gereja mereka! Mereka akan hidup dalam damai di negara saya. Orang-orang yang telah menjadi imigran, harus memiliki keamanan dan kebebasan. Mereka dapat kembali ke biara mereka yang berada di perbatasan negaraku.
Tak seorang pun dari kerajaan baik wazir, juru tulis atau pelayanku akan merusak kehormatan mereka atau memberikan bahaya apa pun kepada mereka!
Tidak seorang pun boleh menghina, membahayakan atau menyerang kehidupan mereka, infrastuktur, dan gereja-gereja dari orang-orang ini!
Juga, apa yang telah merka ibawa dari negara mereka memiliki hak yang sama … Dengan menyatakan titah ini, saya bersumpah dengan pedang saya atas nama Allah yang telah menciptakan langit dan bumi, Tuhannya nabi Muhammad, dan 124.000 nabi terdahulu bahwa tak ada seorangpun dari warga negara saya akan bereaksi atau berperilaku yang berlawanan dengan titah ini! “
Titah sumpah ini, yang telah memberikan kemerdekaan dan toleransi kepada orang yang berasal dari lain agama, keyakinan, dan ras dinyatakan oleh Muhammad Al-Fatih dan diberikan kepada Angjeo Zvizdovic dari Biara Franciscan Katolik di Fojnica, Bosnia dan Herzegovina setelah penaklukan Bosnia dan Herzegovina 28 Mei 1463. Titah ini juga telah diterbitkan dan dipublikasikan oleh Departemen Kebudayaan Turki untuk peringatan 700 dari dasar Negara Ottoman. Dekrit itu dikeluarkan oleh Sultan Mehmed II Penakluk untuk melindungi hak-hak dasar orang Kristen Bosnia ketika dia menaklukkan wilayah tersebut 1463. Dekrit asli masih disimpan di Biara Franciscan di Fojnica Katolik. Ini adalah salah satu dokumen tertua tentang kebebasan beragama. Titah Muhammad Al-Fatih itu mulai berlaku di Kekaisaran Ottoman pada 28 Mei 1463. Pada tahun 1971, PBB menerbitkan terjemahan dokumennya dalam semua bahasa resmi PBB.
Berikut ini adalah Pidato Muhammad Al-Fatih yang kemudian dicatat sejarah setelah ia membebaskan Bosnia.
“Aku, Sultan Khan Penakluk itu,
dengan ini menyatakan kepada seluruh dunia,
Para Fransiskan Bosnia dengan titah kesultanan berada di bawah perlindungan saya. Dan Aku perintah bahwa:
Tidak seorang pun boleh mengganggu atau memberikan bahaya pada orang-orang dan gereja-gereja mereka! Mereka akan hidup dalam damai di negara saya. Orang-orang yang telah menjadi imigran, harus memiliki keamanan dan kebebasan. Mereka dapat kembali ke biara mereka yang berada di perbatasan negaraku.
Tak seorang pun dari kerajaan baik wazir, juru tulis atau pelayanku akan merusak kehormatan mereka atau memberikan bahaya apa pun kepada mereka!
Tidak seorang pun boleh menghina, membahayakan atau menyerang kehidupan mereka, infrastuktur, dan gereja-gereja dari orang-orang ini!
Juga, apa yang telah merka ibawa dari negara mereka memiliki hak yang sama … Dengan menyatakan titah ini, saya bersumpah dengan pedang saya atas nama Allah yang telah menciptakan langit dan bumi, Tuhannya nabi Muhammad, dan 124.000 nabi terdahulu bahwa tak ada seorangpun dari warga negara saya akan bereaksi atau berperilaku yang berlawanan dengan titah ini! “
itu artinya Islam itu Indah..dibawah Syariat Islam ternyata Minoritas di lindungi oleh sang pemimpin..Cuman bangsa kita saja yg takut akan penerapan Syariat islam....